Di sana dijelaskan bahwa pertumbuhan Gereja mesti dimulai: (1) di tempat yang dipilih Tuhan, (2) Dilaksanakan dalam waktu Tuhan, (3) Didukung oleh hamba-hamba Tuhan yang dipersiapkan dan dibentuk Tuhan secara khusus, dan (4) Perlu diarahkan dan dibimbing oleh visi misi universal dari Tuhan sendiri. Karena itu, tulisan ini menyarankan agar James W. Fowler adalah penggagas Teori Perkembangan Iman Stages of Faith. Adapun tingkatan perkembangan iman berdasarkan penelitian yang dilakukan Fowler adalah struktur, tahap-tahap perkembangan iman, dan aspek-aspek yang mendukung agar setiap orang beragama tidak berhenti pada tingkatan iman yang rendah tetapi dapat naik pada tingkat yang lebih tinggi dan menghasilkan manusia yang semakin dewasa. Salah satu target penelitian Fowler adalah kaum remaja. Remaja merupakan usia di mana anak mulai mencoba mencari identitas diri. Usia remaja juga merupakan usia yang amat potensial dalam perkembangannya, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisiknya. Selain itu, anak pada usia ini memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, salah satunya mereka mulai mencari tahu tentang kebenaran iman atau kepercayaan yang telah diyakininya. Oleh karena itu, usia mereka merupakan waktu yang sangat tepat untuk memberikan pendidikan agama untuk dapat meningkatkan perkembangan iman mereka ke tahap yang lebih tinggi. Dengan demikian, mereka memiliki kehidupan yang semakin dewasa, juga dapat bertanggungjawab atas iman yang diyakini, baik untuk dirinya maupun kepada orang-orang yang ada di sekelilingnya. Untuk itu, dalam artikel ini penulis membahas mengenai tahap-tahap perkembangan iman khususnya pada kaum remaja menurut teori James W. Fowler dan implikasinya bagi Pendidikan Agama Kristen di keluarga, sekolah, dan Gereja. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... Pertumbuhan iman merupakan suatu hal yang penting bagi setiap orang percaya Kristen, namun iman tidak akan bertumbuh dengan sendirinya bersamaan dengan bertambahnya usia orang tersebut Zega, 2020. Oleh sebab itu, iman perlu untuk dibina sehingga menghasilkan kecerdasan spiritual yang baik. ... Yunardi Kristian ZegaDi zaman era teknologi saat ini, guru dituntut agar mampu menciptakan pembelajaran yang menarik agar tidak kalah dengan teknologi dan dunia hiburan yang ada di luar sana. Untuk itu, guru perlu mengurangi metode ceramah, terlebih pada kegiatan pembelajaran yang menekankan keterampilan proses dan active learning, melainkan guru harus kreatif dalam memanfaatkan teknologi khususnya media pembelajaran di sekolah. Walaupun demikian, sampai saat ini masih banyak guru yang tidak menggunakan media pembelajaran karena adanya berbagai macam alasan/kendala dari para guru, khususnya guru pendidikan agama Kristen PAK. Oleh sebab itu, peneliti merasa penting untuk membuat konsep mengenai betapa pentingnya peran guru PAK agar mampu memanfaatkan media pembelajaran. Penulisan artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur. Dengan tujuan untuk memberikan konsep bagaimana peran guru PAK dalam memanfaatkan media pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik. Hasil dari penelitian ini adalah guru PAK haruslah seseorang yang kreatif dan inovatif dalam pemanfaatan media pembelajaran karena dapat membantu guru dan siswa agar tercipta suasana kegiatan belajar yang lebih efektif dan efesien di zaman sekarang. Terkait hal tersebut, guru PAK dapat memanfaatkan media visual, media audio, dan media audio visual untuk membantu peningkatan kecerdasan spiritual peserta didik yang diajar.... Sedangkan untuk tahap remaja akhir usia 16-18 tahun, remaja sudah mampu bertanggung jawab penuh dengan iman yang telah dipercayainya, baik untuk dirinya maupun orang lain yang ada di sekitarnya Zega, 2020 Secara praktis, para orang tua di BNKP Jemaat Hiliomasio Medan sudah berusaha untuk menanamkan kecerdasan spritual bagi setiap anak remaja dengan cara mereka masing-masing, tetapi para orang tua masih belum memperhatikan tahap pertumbuhan kecerdasan spritual dari anak-anak remaja mereka, berdasarkan tingkat usia dan kemampuannya. Hal ini terlihat dari, pemahaman para orang tua yang masih mengajari anak remaja untuk belajar berdoa, membaca Alkitab, rajin beribadah, mengajari hal-hal untuk berbuat baik, dan lainnya. ... Yunardi Kristian ZegaPerkembangan zaman semakin cepat berubah, seiring ditandai dengan banyaknya teknologi yang diciptakan oleh manusia. Di satu sisi teknologi membawa banyak pengaruh posisitif untuk mempermudah kehidupan manusia. Namun di sisi lainnya, teknologi juga dapat berakibat negatif, bagi orang-orang yang salah dalam penggunaannya. Salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi sekarang ini, dapat dilihat dari semakin banyaknya kasus-kasus kenakalan di kaum remaja. Oleh sebab itu, banyak orang tua yang akhirnya bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, akibat pengaruh teknologi digital yang telah merusak karakter kaum remaja, khususnya bagi kaum remaja di BNKP Jemaat Hiliomasio Medan. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan deskriptif. Di mana peneliti terjun langsung ke dalam lapangan sehingga dapat menemukan data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Adapun hasil dari penelitian ini, antara lain 1 pelaksanaan mentorship gereja terhadap Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga masih perlu untuk lebih ditingkatkan lagi, 2 gereja perlu untuk memberikan perhatian yang lebih serius terhadap pengajaran Pendidikan Agama Kristen bagi semua jemaat, dan 3 pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga terhadap upaya membentuk karakter remaja di era digital, masih terlihat sangat Pasaribu Yunardi Kristian ZegaDesetina HarefaPernikahan merupakan suatu tradisi Alkitabiah yang tidak putus hingga masa sekarang. Akan tetapi, ada hal yang cukup kontras dalam sebuah pernikahan secara umum, yakni tentang pernikahan beda keyakinan. Pernikahan semacam ini sudah dilakukan sejak dari masa lalu sampai sekarang. Hal tersebut, jika dilakukan oleh orang Kristen akan berdampak negatif bagi iman, gaya hidup, dan spiritualitasnya. Oleh sebab itu, penulis hendak ingin menganalisis bagaimana seharusnya cara gereja dalam menyikapi hal tersebut. Metode yang digunakan penulis, yakni metode studi pustaka. Hasil dari penelitian ini adalah pernikahan Kristen merupakan pernikahan yang dipersatukan oleh Allah dengan dasar kasih di mana mereka yang dipersatukan suami-isteri hidup untuk menjalankan visi dan misi Allah yaitu dengan menghadirkan kerajaan Allah di bumi. Oleh sebab itu, gereja perlu memandang pernikahan beda keyakinan adalah sesuatu hal yang tidak Alkitabiah dan tidak sesuai dengan identitas kekristenan. Jadi, gereja perlu mengambil tindakan yang tepat, yakni Pertama, melaksanakan pendidikan agama Kristen PAK kepada muda-mudi tentang bagaimana memilih pasangan hidup sebelum membentuk bahtera rumah tangga. Kedua, menanamkan kepada jemaat bagaimana menegakkan kerajaan Allah di bumi lewat pernikahan. Ketiga, memastikan bahwa setiap jemaatnya sudah memiliki hidup lahir masa kini adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik student center learning. Dalam pembelajaran ini, guru perlu menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik secara langsung. Sistem pembelajaran seperti ini sesuai dengan standar pendidikan dan kurikulum tahun 2013. Walaupun kurikulum tahun 2013 sudah menerapkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, namun hingga saat ini masih ditemukan guru-guru termasuk guru pendidikan agama Kristen yang masih mempergunakan metode konvensional ceramah yang menyebabkan proses pembelajaran menjadi kurang menarik dan membosankan. Oleh karena itulah dibutuhkan suatu terobosan yang dapat meningkatkan pembelajaran pendidikan agama Kristen di sekolah. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan implementasi metode problem solving dalam meningkatkan proses pembelajaran pendidikan agama Kristen di sekolah. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan kajian literatur yang menggunakan buku, jurnal, kamus, dan sumber-sumber lainnya untuk memaparkan implementasi metode problem solving dalam pembelajaran pendidikan agama Kristen. Adapun hasil penelitian ini yaitu implementasi metode problem solving dapat meningkatkan pembelajaran pendidikan agama Kristen di sekolah karena peserta didik dituntut terlibat secara aktif dalam proses Danial Yohanis Pandie Yunardi Kristian ZegaDesetina HarefaSelvyen SophiaThe implementation of teaching and learning activities becomes more effective if you pay attention to the use of learning theory in the classroom environment. However, the fact is that there are still some learning implementations that ignore this, so that learning outcomes are not in accordance with the achievement targets. One of the learning theories that is often used is constructivism learning theory. This learning theory gives students the freedom to build their own knowledge according to what is learned in the learning environment. The means of supporting the implementation of constructivism learning theory is technology. Technology makes it easy for educational practitioners to explore innovative patterns and materials to make an impact on students. Therefore, the purpose of writing this article is to explain the application of constructivism learning theory in Christian religious education in schools. The method in this research is a literature study method which refers to data or references related to the topic raised. Researchers collect various theories and information from library materials and conduct analytical studies of various written sources that can be justified academically. The results of this study are constructivism learning theory plays an important role in Christian religious education in schools, because it can provide space for students to easily learn by using technology, and make it easier for students to get opportunities to learn more Christian Religious Education; School; Technology; Constructivism Learning Theory Abstrak Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif jika memperhatikan penggunaan teori belajar dalam lingkungan kelas. Namun, faktanya masih terdapat beberapa pelaksanaan belajar yang mengabaikan hal tersebut, sehingga hasil belajar tidak sesuai dengan target pencapaian. Salah satu teori belajar yang sering digunakan adalah teori belajar konstruktivisme. Teori belajar ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sesuai dengan apa yang dipelajari dalam lingkungan belajar. Sarana pendukung implementasi teori belajar konstruktivisme adalah teknologi. Teknologi memberikan kemudahan bagi praktisi pendidikan untuk mengeksplorasi pola dan materi yang inovatif agar memberikan dampak bagi siswa. Oleh sebab itu, tujuan dari penulisan artikel ini untuk menjelaskan tentang penerapan teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan agama Kristen di sekolah. Metode dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka yang mengacu pada data atau referensi yang berkaitan dengan topik yang diangkat. Peneliti mengumpulkan berbagai teori dan informasi dari bahan kepustakaan dan melakukan kajian analitis terhadap berbagai sumber tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Hasil dari penelitian ini adalah teori belajar konstruktivisme berperan penting dalam pendidikan agama Kristen di sekolah, karena dapat memberikan ruang kepada siswa untuk mudah belajar dengan menggunakan teknologi, serta memudahkan siswa untuk mendapatkan kesempatan belajar secara lebih mandiri. Kata Kunci Pendidikan Agama Kristen; Sekolah; Teknologi; Teori Belajar KonstruktivismeAser Lasfeto David GerunganGideon Hery SusantoJoseph MorisBudaya yang muncul di Jawa bersifat turun menurun dan mengikat pada kehidupan sehari-hari. Kekentalan budaya menjadikannya sebagai ajaran yang dikenal sebagai kejawen. Tradisi telah ada sebelum penyebaran agama berlangsung di tanah Jawa, sehingga masyarakat akan lebih cenderung untuk terus melakukan tradisi yang ada meskipun tidak sesuai dengan ajaran Injil. Oleh sebab itu, munculah berbagai metode yang digunakan untuk menjadikan manusia sebagai pribadi yang taat beragama dan berbudaya. Pada penelitian ini dilakukan dengan analisis pengamatan terhadap kehidupan jemaat Kristen di Dusun Bendungan Kulon Desa Ngablak melalui media wawancara menggunakan konsep inkarnasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan dengan adanya tradisi kejawen tingkat keimanan seseorang dapat menjadi lebih tinggi menggunakan konsep yang hampir sama dengan kemanunggalan sebagai cara mendekatkan diri kepada Tuhan yang dapat menimbulkan ketenangan saat melakukan pendekatan diri pada Tuhan itu Zen Yanto Paulus HermantoKeteladanan iman dari orang tua sangatlah berdampak bagi keteguhan iman anak ketika mereka dewasa. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini untuk menolong para orang tua bisa mengimplementasikan keteladanan imannya secara efektif. Untuk itu, maka peneliti meneliti keteladanan tokoh Ayub dan Yusuf dalam memberi teladan imannya saat mereka dalam kondisi terpuruk. Sehingga keteladan mereka bisa dijadikan acuan bagi para orang tua Kristen khususnya. Selain keteladanan iman tokoh-tokoh Alkitab, maka penulis pun meneliti psikologi perkembangan anak. Hal ini dimaksukan untuk menolong para orang tua agar bisa memberikan keteladan imannya sesuai dengan perkembangan anak mereka sehingga keteladanannya menjadi efektif dan berdampak signifikan. Penelitian ini pun memberi pengetahuan bagaimana orang tua mengimplementasikan keteladanannya tersebut secara holistik berdasarkan pengetahuan Alkitab dan juga psikologi perkembangan anak. Sehingga diketahui cara-cara yang tepat bagi orang tua dalam memberi keteladanan iman kepada kunci anak; iman; keteladanan; orang tuaMax Lucky TinentiBartolomeus Diaz NainggolanStimson Hutagalung Rolyana FeriniaThe purpose of this study was to examine the role of parents in maintaining the legacy of their children's faith and loyalty, through the existence of Christian religious education in the midst of the covid-19 pandemic restriction situation. Parents need to grow their children's loyalty and faith in the midst of the current covid-19 pandemi situation, so that children can still feel God's presence through their form of faith and loyalty, even though they have to worship at their respective homes. The research method used is a qualitative method with a literature review approach. The data sources are books, journals, Bibles, commentaries, and other sources that can be justified academically. From the results of this study, Christian religious education has a major contribution through the role of parents in maintaining children's faith and loyalty while limiting worship activities during the covid-19 pandemic by implementing PAK through morning and evening worship at home, reading God's Word using detailed methods. and skimming, meditation, and praying individually, in groups, as well as providing spiritual learning through online mediaEsti R. BoiliuJames W. Fowler's theory of faith development plays a role in seeing the growth of human faith in God. In this case, Fowler formulated several stages in developing one's faith, including the steps of the faith development of several people who have different beliefs. This study raises the thoughts of James Fowler and its relevance to Christian Religious Education today so that this research results in an understanding that in the context of Christian Religious Education, the development of faith needs to be instilled in students from an early age by educators. The method used in this paper is the literature study method. Yunardi Kristian ZegaThe increase in the number of poor people during the current COVID-19 pandemic is a serious challenge. The COVID-19 pandemic has changed almost all of the living arrangements of most people. This can be seen from the increasing economic crisis in people's lives which is increasingly concerning. One of the causes is quite significant, because many companies do mass layoffs of employees due to the economic crisis in the company. This also affects many people who lose the only job that supports their daily needs. Therefore, to reduce the level of poverty among the people and assist the government in dealing with these problems, the church can take on its role. Therefore, the purpose of this paper is to provide an overview or concept of the role of the church in alleviating the problem of poverty in the midst of the congregation. The research method used is library research with a descriptive qualitative approach. The results of this research, namely First, the church needs to make training that can develop the abilities skills of each congregation. Second, the church needs to be an example in terms of work and in building awareness to help the poor. Third, the church needs to build healthy congregational spiritual jumlah masyarakat miskin di masa pandemi covid 19 saat ini, menjadi sebuah tantangan yang cukup serius. Pandemi covid-19 merubah hampir semua tatanan hidup dari sebagian besar masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya krisis ekonomi dalam kehidupan masyarakat yang semakin memprihatinkan. Salah satu penyebab yang cukup signifikan, karena banyak perusahaan melakukan pemecatan secara massal kepada karyawan akibat terjadinya krisis ekonomi di perusahaan tersebut. Hal ini pun berimbas kepada banyaknya orang yang kehilangan satu-satunya pekerjaan yang menghidupi kebutuhan mereka sehari-hari. Oleh sebab itu, untuk mengurangi tingkat kemiskinan di kalangan masyarakat dan membantu pemerintah dalam menghadapi persoalan tersebut, gereja dapat mengambil perannya. Untuk itu, tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran atau konsep mengenai peran gereja dalam mengentaskan persoalan kemiskinan di tengah-tengah jemaat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Adapun hasil dari penelitian ini, yakni Pertama, gereja perlu membuat pelatihan yang dapat mengembangkan kemampuan setiap Jemaat. Kedua, gereja perlu menjadi teladan dalam hal bekerja dan dalam membangun kesadaran untuk menolong kaum miskin. Ketiga, gereja perlu membangun pertumbuhan spiritualitas jemaat yang Piter Nainggolan Yunardi YunardiAbstrakKelompok sel di gereja terhadap anak, remaja/pemuda, serta orangtua bertujuan untuk mengajar dan memperlengkapi pelayanan gereja sehingga terjadi multiplikasi. Kelompok sel harus diawali dengan melayani Tuhan, berdoa, dan berada dalam sebuah kesatuan. Kelompok sel merupakan kelompok kecil yang tidak lebih dari 12 orang untuk bertemu secara teratur sebagai sarana agar tiap anggota dapat mempelajari firman Tuhan dan membagikan pengalaman hidup dalam suasana persaudaraan yang akrab dan menyenangkan untuk bertumbuh pada pengenalan akan Yesus Kristus. Perlu adanya kegiatan kelompok sel di gereja karena ibadah yang dilaksanakan pada hari minggu, umumnya tidak akan dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena ibadah hari minggu hanya komunikasi satu arah. Oleh karena itu, penulis dalam artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana prinsip kelompok sel sebagai revitalisasi pendidikan agama Kristen di gereja kepada setiap anggota jemaat. Hasil dari penelitian ini adalah kelompok sel dapat menjadi salah satu metode yang ampuh bagi gereja untuk mencapai penyempurnaan orang-orang kudus dalam pekerjaan/pelayanan Tuhan Ef. 413. Kata Kunci Gereja; Kelompok Sel; Pendidikan Agama Kristen; Revitalisasi AbstractCell groups in the church for children, youth/youth, and parents aim to teach and equip church services so that multiplication occurs. The cell group must begin with serving God, praying, and being in oneness. Cell groups are small groups of no more than 12 people to meet regularly as a means so that each member can study God's word and share life experiences in a close and pleasant brotherly atmosphere to grow in the knowledge of Jesus Christ. There is a need for cell group activities in the church because worship held on Sundays, generally will not be able to meet these needs because Sunday worship is only one-way communication. Therefore, the author in this article aims to explain how the principle of cell groups as a revitalization of Christian religious education in the church to every member of the congregation. The result of this research is that cell groups can be a powerful method for the church to achieve the perfection of the saints in God's work/service Eph. 413. Keywords Church; Cell Groups; Christian education; Revitalization Yunardi Kristian ZegaPelaksanaan pendidikan agama Kristen dalam keluarga merupakan salah satu perintah Allah bagi semua umat-Nya, supaya setiap generasi yang akan datang tetap mengenal Allah dengan pemahaman iman yang benar Ulangan 66-9. Adanya pendidikan agama Kristen dalam keluarga yang dilaksanakan dengan baik, akan menghasilkan anak-anak yang bertumbuh dengan spritualitas hidup yang baik pula Amsal 226. Akan tetapi yang terjadi pada saat ini, justru semakin banyak anak-anak Kristen, khususnya di kalangan remaja yang mulai hidup dengan menanggalkan identitasnya sebagai umat Allah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh perubahan zaman dan juga orang tua yang kurang memahami bagaimana cara membangun spritualitas anak-anaknya yang sesuai dengan kebutuhan mereka di masa sekarang, sehingga anak-anak remaja tersebut tidak mempercayai keyakinan dari agamanya sendiri. Oleh karena itu, dalam artikel ini, penulis menggunakan metode kajian pustaka library research untuk memberikan solusi dalam permasalahan tersebut. Dengan tujuan ialah untuk memberikan gambaran dan konsep terhadap orang tua tentang pelaksanaan pendidikan agama Kristen dalam keluarga untuk membangun spritualitas remaja generasi MasinambowYosef NasraniThis study aims to describe the importance of Christian education to form the spirituality of the millennial generation. Presented using a qualitative-descriptive approach with the support of literature studies. The conclusion is the Christian education is a vital tool that can shape the spirituality of the millennial generation. The Christian education style praises this goal is the relationship of friendship and love for others in the learning process by families, churches, and has not been able to resolve any references for this publication. A. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik. Faktor ini dibagi menjadi dua. Pertama, keadaan jasmani. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil yang maksimal.
34 Keluarga sering juga di sebut sebagai lingkungan primer karena merupakan tempat bagi anak untuk mengalami pembinaan iman yang pertama. Oleh sebab itu peran keluarga sangat penting dan mendasar bagi perkembangan iman anak. Jika dalam keluarga diselenggarakan pembinaan iman yang kondusif dan relevan serta signifikan maka iman anak akan terbentuk sampai ia dewasa. Sebaliknya jika dalam lingkungan primer gagal memberikan pembinaan iman yang layak, maka kemungkinan dalam tahap sekunder juga akan gagal. b. Gereja Menurut Mardiatmadja 1985 15 kata Gereja berasal dari bahasa Portugis Igreja yang berakar dari Bahasa latin Ecclesia. Kata-kata ini merupakan terjemahan dari Bahasa Hibrani Qahal, yang berarti pertemuan. Kata ini seringkali digunakan untuk menyebut pertemuan dalam rangka perayaan kepada Yahwe yang disebut Qahal Yahwe. Istilah ini juga bermakna sebagai pertemuan meriah umat Allah. Sementara dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah kerk yang serumpun dengan kirche dalam bahasa Jerman. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani riake yang berarti milik Tuhan. Dalam bahasa Indonesia istilah Gereja mengandung kedua arti tersebut dan digunakan untuk menyebut paguyuban umat beriman. Katekismus Gereja Katolik menguraikan makna Gereja sebagai Berikut Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Tujuan utama Gereja ialah menjadi sakramen persatuan manusia dengan Allah secara mendalam. Oleh karena persatuan di antara manusia berakar dalam persatuan dengan Allah, maka Gereja adalah juga sakramen persatuan umat manusia. Di dalam Gereja kesatuan ini sudah mulai, karena ia mengumpulkan manusia-manusia dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa. Serentak pula Gereja adalah tanda dan sarana untuk terwujudnya secara penuh kesatuan yang masih dinantikan KGK, art. 775. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Dari uraian ini Gereja dapat dipahami sebagai persatuan antara manusia dengan Allah dan sesama. Melalui Gereja manusia menjalin hubungan personal yang mendalam dengan Allah. Tetapi istilah Gereja bukan hanya mengacu pada urusan rohani semata, Gereja juga merupakan persatuan antara umat manusia. Kedua dimensi ini tidak dapat dihayati secara terpisah, artinya persatuan dengan Allah harus tampak dalam persatuan dengan manusia. Persatuan yang dimaksud bukanlah persatuan yang seringkali dibatasi oleh perbedaan-perbedaan. Namun persatuan dalam hal ini adalah persatuan yang universal tanpa membedakan suku, ras dan bahasa. Dalam konteks inilah Gereja memiliki pengaruh terhadap perkembangan iman seseorang. Karena Gereja sebagai paguyuban umat beriman adalah wadah untuk memperkembangkan iman. Melalui komunitas umat beriman ini berbagai ajaran dan tradisi iman diwariskan. Maka keterlibatan dalam berbagai kegiatan Gereja akan mempengaruhi perkembangan iman seseorang Mardiatmadja, 1985 23-26. c. Sekolah Sekolah pada umumnya adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Sekolah menjadi tempat untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu mulai dari membaca, berhitung, menulis, hingga nilai-nilai moral. Melalui sistem dan manajemen yang cukup kompleks sekolah bertujuan untuk mencerdaskan dan membentuk pribadi seseorang menjadi lebih dewasa Papo, 1990 13. Dalam kultur masyarakat yang semakin jauh dari penghargaan nilai-nilai kemanusian dan moral, sekolah menjadi tempat yang strategis dalam membentuk, 36 melatih, dan mengembangkan semangat kewarganegaraan dalam siri anak didik melalui penanaman nilai-nilai moral. Sekolah menjadi wahana bagi aktualisasi pendidikan nilai. Di dalam sekolah siswa-siswi diharapkan belajar mengaktualisasikan nilai-nilai yang telah mereka terima secara langsung Doni, 2007 224-225. Uraian ini menegaskan bahwa sekolah bukan hanya mencerdaskan seseorang dalam bidang kognitif tetapi hal-hal yang bersifat rohani juga menjadi perhatian utama. Sekolah dipandang memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pribadi menjadi cerdas dan beriman. Hal ini juga senada dengan pandangan Konsili Vatikan II dalam dokumennya tentang pendidikan yakni, Gravissimum Educationis Di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka macam watak dan perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu, sekolah bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia GE, art. 5 Uraian artikel dokumen ini menegaskan kembali pentingnya sebuah sekolah guna perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan dengan fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia juga diajarkan. Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung jawab para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 Melalui peran strategisnya ini sekolah juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan iman seseorang. Karena melalui sekolah diajarkan berbagai macam ajaran yang telah tersusun secara sistematis guna memperkembangkan hidup beriman seseorang. Keadaan dan iklim belajar di sekolah misalnya, ketersediaan guru, sarana dan prasarana menjadi penunjang dalam proses perkembangan iman mereka yang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut Doni, 2007 225. d. Lingkungan Masyarakat Kehidupan masyarakat sekitar memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat yang terdiri dari orang yang tidak terpelajar dan memiliki kebiasaan tidak baik akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap pribadi anggota masyarakat lainnya, terlebih anak-anak dan kaum muda. Mereka akan tertarik untuk mengikuti dan berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Misalnya seseorang yang tinggal di lingkungan perokok, kemungkinan besar ia akan menjadi perokok Slameto, 2013 71. Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan seseorang, termasuk perkembangan iman. Melalui lingkungan karakter dan kepribadian akan perlahan terbentuk sesuai dengan keadaan lingkungan. Hal ini juga berlaku terhadap perkembangan iman seseorang. Jika lingkungannya terdiri dari orang-orang yang tidak peduli terhadap perkembangan iman, maka kecenderungan untuk melakukan hal yang sama sangat besar. Oleh para ahli pemahaman ini disebut sebagai paham konvergensi yakni, pemahaman yang menganggap bahwa perkembangan ditentukan oleh lingkungan Suryabrata, 1982 11. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 D. Tantangan Perkembangan Iman Perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang teknologi memberi dampak yang cukup signifikan terhadap peradaban manusia. Perubahan ini sering kali disebut modernisasi atau globalisasi. Iswarahadi 2013 46 mengungkapkan kembali pandangan Arthur yang menyatakan bahwa “globalisasi adalah keseluruhan proses baik bidang industri, ekonomi, teknologi, maupun ilmu pengetahuan”. Globalisasi “merobohkan” batas-batas regional suku, agama, bangsa yang membendung pengaruh dari luar. Di jaman ini informasi sangat berlimpah dan aksesnya terbuka lebar. Perkembangan ini memang patut disyukuri, tetapi di lain pihak perkembangan ini justru membawa dampak yang negatif. Media jaman ini lebih cepat mengubah hidup manusia dari pada agama. Masyarakat begitu mudah terbius oleh media, dan menganggap agama tidak cocok lagi untuk dijadikan dasar hidup jaman ini, karena tidak mampu menawarkan solusi yang instan Iswarahadi, 2013 48. Mangunhardjana 1997 5 mengatakan bahwa melalui berbagai alat media massa, radio, televisi, surat kabar, majalah dan internet berbagai macam peristiwa di belahan dunia dengan cepat diketahui banyak orang sehingga berbagai pemikiran, penemuan dan ideologi secara langsung maupun tidak langsung menyebar ke seluruh penjuru dunia. Peristiwa globalisasi inilah yang memicu munculnya berbagai macam ideologi baru. Ideologi-ideologi baru ini sering kali bertentangan dengan prinsip beriman. Berikut adalah ideologi-ideologi yang muncul akibat globalisasi dan menjadi tantangan dalam memperkembangkan iman di jaman ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 1. Pragmatisme Menurut Mangunharjana 1997 189 istilah pragmatis berakar pada bahasa Yunani pragmatikos dalam bahasa Latin menjadi pragmaticus. Secara harafiah pragmatikos adalah keahlian dalam urusan hukum, perkara negara dan dagang. Istilah ini dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatic yang artinya berkaitan dengan hal- hal praktis. Pragmatisme dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap masalah hidup apa adanya dan secara praktis di mana hasilnya dapat langsung dimanfaatkan. Pragmatisme berpendapat bahwa pengetahuan dicari bukan sekedar untuk diketahui, tetapi untuk mengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan tindakan daripada pengetahuan dan ajaran. Menurut kaum pragmatis otak berfungsi untuk membimbing perilaku manusia. Pemikiran, teori dan gagasan merupakan alat perencanaan untuk bertindak. Kebenaran segala sesuatu dibuktikan melalui tindakan atau realisasi. Jika tidak dapat dilaksanakan maka tidak dapat dipandang sebagai kebenaran. Kaum pragmatis beranggapan bahwa yang baik adalah yang dapat dilaksanakan dan dipraktikkan serta mendatangkan dampak positif bagi kehidupan. Karena itu baik buruk perilaku dan cara hidup ditinjau dari segi praktis, dampak yang terlihat serta manfaat bagi yang bersangkutan. Pandangan ini pada dasarnya sangat positif dan mampu membawa perubahan yang nyata dalam masyarakat. Karena menekankan korelasi antara perkataan dan perbuatan, sehingga perilaku munafik dalam masyarakat dapat dihindari. Akan tetapi, pragmatisme juga mengandung kelemahan-kelemahan yang sangat mendasar. Paham pragmatisme cenderung mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran yang dapat dipraktikkan. 40 Berdasarkan hal ini pragmatisme menolak kebenaran-kebenaran yang tidak secara langsung dapat dipraktikkan. Pandangan pragmatisme cenderung mengarah pada pendangkalan akan makna hidup, karena segala sesuatu dinilai berdasarkan nilai praktisnya. Pemikiran dan permenungan yang mendalam bukan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan, sehingga makna hidup semakin direduksi dan terkikis. Sebagai akibat dari paham ini orang tidak percaya akan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama. Terlebih dalam hal iman yang seringkali berkaitan dengan hal-hal abstrak dan sulit untuk dilaksanakan misalnya, kesetiaan suami terhadap istrinya, meskipun istrinya sering kali menghianati janji perkawinan mereka. 2. Individualisme Menurut Mangunhardjana 1997 107 individualisme berasal dari bahasa latin individuus, dalam kata sifatnya menjadi indiviualis yang berarti pribadi’ atau bersifat perorangan’. Menurut paham individualisme pribadi memiliki kedudukan utama dan kepentingan pribadi merupakan urusan yang paling tinggi. Individualisme beranggapan bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan bukan kelompok. Norma yang menjadi acuan adalah kepentingan pribadi sehingga pengambilan keputusan akan berdasar pada selera pribadi, bukan pada nilai yang berlaku dan disepakati dalam masyarakat. Seseorang yang menganut paham individualisme akan bertindak berdasarkan dorongan sesaat insting. Jika dorongan tersebut terasa nyaman, maka tindakannya tersebut dianggap benar, dan sebaliknya jika dorongan tersebut terasa tidak nyaman dengan sendirinya ia akan menilai tindakan tersebut jahat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 3. Konsumerisme Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan secara sadar dan berkelanjutan. Perilaku ini menjadikan manusia sebagai pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan sangat sulit dihilangkan. Sifat konsumtif seseorang terus mengejar pemenuhan keinginannya, sehingga kebutuhan yang paling mendasar cenderung dilupakan. Konsumerisme akan menjadikan Tuhan sebagai sarana untuk memperoleh produk tertentu sehingga kebesaran Tuhan akan ditentukan dari kesanggupan-Nya memenuhi kebutuhan materi Mangunhardjana, 1997 120. 4. Hedonisme Hedonisme berasal dari bahasa Yunani hendone yang berarti kenikmatan. Hedonisme beranggapan bahwa nilai hidup tertinggi dan tujuan utama serta terakhir hidup manusia adalah kenikmatan. Hedonisme sering kali berhenti pada pencarian kenikmatan sensual, indriawi yang dapat dirasakan secara lebih cepat dan dekat. Oleh karena itu hedonisme sangat erat kaitannya dengan konsumerisme. Secara umum hedonisme dapat dipahami sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Prinsip ini sangat bertolak belakang dengan hidup beriman yang mengajarkan untuk saling berbagi dan rela berkorban untuk orang lain Mangunhardjana, 1997 90. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42 E. Penghayatan dan Perwujudan Iman Banawiratma 1986 119-122 menyatakan bahwa iman bersifat otonom. Iman Kristiani sebagai jawaban dan penyerahan diri terhadap Allah disebut otonom, karena menyangkut seluruh hidup manusia. Otonomi yang dimaksud adalah hubungan yang berlandaskan kebebasan. Kendati merupakan kebebasan, bukan berarti dalam iman kita bisa memilih seperti halnya memilih barang duniawi. Dalam iman manusia berhadapan dengan Allah, nilai yang paling tinggi. Maka kebebasan akan terwujud jika ada jawaban yang bebas dari pihak manusia. Tanpa tanggung jawab dari pihak manusia, iman hanya akan menjadi angan-angan atau khayalan semata. Relasi akan terjalin jika manusia memberikan jawaban dari hati atas gema sapaan Allah. Bentuk jawaban manusia terhadap sapaan inilah yang disebut sebagai penghayatan dan perwujudan iman. Ungkapan iman adalah tindakan-tindakan yang secara eksplisit berhubungan dengan iman misalnya, doa-doa dan kewajiban religius lainnya. Sedangkan perwujudan iman adalah tindakan-tindakan yang tidak secara langsung berhubungan dengan iman, seperti menjalin relasi dengan umat agama lain, belajar dengan tekun, dll. Banawiratma 1986 120 mendefinisikan penghayatan iman sebagai heils-ethos etos keselamatan dan perwujudan iman sebagai welt-ethos etos duniawi. Etos keselamatan adalah perbuatan religius yang diatur oleh hukum-hukum agama. Sedangkan etos duniawi adalah perbuatan-perbuatan yang diarahkan oleh aturan-aturan akal sehat dan pertimbangan moral manusia. Penghayatan dan perwujudan iman terlaksana dalam lima tugas Gereja seperti yang digambarkan oleh Lukas dalam kehidupan jemaat perdana Kis 242-47. Pertama, mereka bertekun dalam pengajaran para rasul kerygma, kedua mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa liturgia, ketiga semua orang 43 yang telah dibaptis tersebut tetap menjadi satu koinonia, keempat, selalu ada dari mereka yang menjual hartanya untuk keperluan bersama diakonia, dan kelima, apa yang mereka lakukan disukai banyak orang martyria. Berdasarkan uraian ini maka penghayatan iman dan perwujudan iman bagi mahasiswa dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya sebagai berikut 1. Pengahayatan iman a. Liturgi Liturgia Liturgi adalah perayaan iman umat. Dalam hal ini iman berarti dihayati melalui kegiatan-kegiatan liturgis yang dilakukan secara konsisten. Bentuk nyata penghayatan iman dalam bidang ini adalah kebiasaan berdoa secara pribadi dan doa bersama. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan. Doa berarti mengarahkan hati kepada Tuhan. Oleh sebab itu berdoa tidak membutuhkan banyak kata-kata, tidak terikat waktu dan tempat tertentu serta tidak menuntut gerak-gerik yang khusus KWI, 2012 393. Dalam liturgi yang utama bukanlah sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya Kristus sang Imam Agung serta Tubuh-Nya, yakni Gereja. Oleh karena itu liturgi bukan hanya kegiatan suci yang sangat istimewa, tetapi juga sebagai wahana utama untuk menghantar Gereja ke dalam persatuan dengan Kristus SC, art. 7. Penghayatan iman dalam bidang liturgi dapat dilihat dari partisipasi aktif dalam perayaan-perayaan sakramen misalnya, mengikuti misa pada hari minggu dan misa harian, kegiatan doa di lingkungan, menerima sakramen tobat serta doa-doa pribadi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Religiusitas Sabda Rasulullah dalam sebuah hadist yang artinya: “setiap anak yang dilahirkan dalam keadaaan fitrah, hanya karena orangtuanyalah, anak itu menjadi yahudi, nasrani dan majusi” Sejalan dengan hadist Rasulullah, Syamsu Yusuf menyatakan

Iman itu bisa naik dan juga bisa turun. Apa saja yang menyebabkan fluktuasi keimanan? Simak pembahasannya di artikel bertambahnya keimananPertamaKeduaKetigaKeempatSebab-sebab berkurangnya keimananPertamaKeduaKetigaKeempatSebab-sebab bertambahnya keimananDi antara hal-hal yang akan menumbuhsuburkan keimanan dan membuat batangnya kokoh serta menyebabkan tunas-tunasnya bersemi adalah PertamaMengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah, karena apabila pengetahuan hamba terhadap Tuhannya semakin dalam dan berhasil membuahkan berbagai konsekuensi yang diharapkan maka pastilah keimanan, rasa cinta dan pengagungan dirinya kepada Allah juga akan semakin meningkat dan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun ayat syar’iyah. Karena apabila seorang hamba terus menerus memperhatikan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah beserta kemahakuasaan-Nya dan hikmah-Nya yang sangat elok itu maka tidak syak lagi niscaya keimanan dan keyakinannya akan semakin bertambah berbuat ketaatan demi mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Karena sesungguhnya pasang surut keimanan itu juga tergantung pada kebaikan, jenis dan jumlah amalan. Apabila suatu amal memiliki nilai lebih baik di sisi Allah maka peningkatan iman yang dihasilkan darinya juga akan semakin besar. Sedangkan standar kebaikan amal itu diukur dengan keikhlasan dan konsistensi untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa dilihat dari sisi jenis amalan, maka amal itu terbagi menjadi amal yang wajib dan amal sunnah. Sedangkan amal wajib tentu lebih utama daripada amal sunnah apabil ditinjau dari jenisnya. Begitu pula ada sebagian amal ketaatan lebih ditekankan daripada amal yang lainnya. Sehingga apabila suatu ketaatan termasuk jenis ketaatan yang lebih utama maka niscaya pertambahan iman yang diperoleh darinya juga semakin pula iman akan mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah/kuantitas amalan. Karena amal itu adalah bagian dari iman maka bertambahnya amal tentu saja akan berakibat bertambahnya kemaksiatan karena merasa takut kepada Allah azza wa jalla. Apabila keinginan dan faktor pendukung untuk melakukan suatu perbuatan atau ucapan maksiat semakin kuat pada diri seseorang maka meninggalkannya ketika itu akan memiliki dampak yang sangat besar dalam memperkuat dan meningkatkan kualitas iman di dalam dirinya. Karena kemampuannya untuk meninggalkan maksiat itu menunjukkan kekuatan iman serta ketegaran hatinya untuk tetap mengedepankan apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya daripada keinginan hawa nafsunya. disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 104-105Sebab-sebab berkurangnya keimananDi antara sebab-sebab yang bisa menyebabkan keimanan seorang hamba menjadi turun dan surut atau bahkan menjadi hilang dan lenyap adalah sebagai berikut PertamaBodoh tentang Allah ta’ala, tidak mengenal nama-nama dan sifat-sifat-NyaKeduaLalai dan memalingkan diri dari rambu-rambu agama, tidak memperhatikan ayat-ayat Allah dan hukum-hukum-Nya, baik yang bersifat kauni maupun syar’i. Sesungguhnya kelalaian dan sikap tidak mau tahu semacam itu pasti akan membuat hati menjadi sakit atau bahkan mati karena belitan syubhat dan jeratan syahwat yang merasuki hati dan sekujur atau mengutarakan ucapan maksiat. Oleh karena itulah iman akan turun, melemah dan surut sebanding dengan tingkatan maksiat, jenisnya, kondisi hati orang yang melakukannya serta kekuatan faktor pendorongnya. Iman akan banyak sekali berkurang dan menjadi sangat lemah apabila seorang hamba terjerumus dalam dosa besar, jauh lebih parah dan lebih mengenaskan daripada apabila dia terjerembab dalam dosa keimanan karena kejahatan membunuh tentu lebih besar daripada akibat mengambil harta orang. Sebagaimana iman akan lebih banyak berkurang dan lebih lemah karena dua buah maksiat daripada akibat melakukan satu maksiat. Demikianlah apabila seorang hamba yang bermaksiat menyimpan perasaan meremehkan atau menyepelekan dosa di dalam hatinya serta diiringi rasa takut kepada Allah yang sangat minim maka tentu saja pengurangan dan keruntuhan iman yang ditimbulkan juga semakin besar dan semakin berbahaya apabila dibandingkan dengan maksiat yang dilakukan oleh orang yang masih menyimpan rasa takut kepada Allah tetapi tidak mampu menguasai diri untuk tidak melakukan apabila dilihat dari sisi kekuatan faktor pendorong yang dimiliki orang maka penyusutan iman yang terjadipun berbeda. Apabila suatu maksiat terjadi pada diri orang yang faktor pendorongnya semakin lemah atau semakin kecil maka penurunan iman yang ditimbulkannya juga akan semakin besar, semakin parah dan lebih tercela daripada orang yang bermaksiat tapi memang padanya terdapat faktor pendorong yang lebih kuat dan lebih sebab itulah orang miskin yang sombong dan orang tua bangka yang berzina dosanya lebih besar daripada dosa orang kaya yang sombong dan perbuatan zina seorang yang masih muda. Hal itu sebagaimana dikisahkan di dalam hadits, “Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah dan tidak akan diperhatikan oleh-Nya pada hari kiamat.” Dan di antara mereka itu adalah orang tua beruban yang berzina dan orang miskin yang ketaatan, baik berupa keyakinan, ucapan maupun amalan fisik. Sebab iman akan semakin banyak berkurang apabila ketaatan yang ditinggalkan juga semakin nilai suatu ketaatan semakin penting dan semakin prinsip maka meninggalkannya pun akan mengakibatkan penyusutan dan keruntuhan iman yang semakin besar dan mengerikan. Bahkan terkadang dengan meninggalkannya bisa membuat pelakunya kehilangan iman secara total, sebagaimana orang yang meninggalkan shalat sama diperhatikan pula bahwa meninggalkan ketaatan itu terbagi menjadi ada yang menyebabkan hukuman atau siksa yaitu apabila yang ditinggalkan adalah berupa kewajiban dan tidak ada alasan yang hak untuk sesuatu yang tidak akan mendatangkan hukuman dan siksa karena meninggalkannya, seperti meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i berdasarkan ketentuan agama atau hissi berdasarkan sebab yang terindera, atau tidak melakukan amal yang hukumnya mustahab/ untuk orang yang meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i atau hissi adalah perempuan yang tidak shalat karena contoh orang yang meninggalkan amal mustahab/sunnah adalah orang yang tidak mengerjakan shalat Dhuha disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 105-106Baca juga Mengenal Dasar-dasar Keimanan—Penulis Abu Mushlih Ari WahyudiArtikel

Selain faktor pendukung ada juga faktor penghambat yaitu: terdapat pa da kesadaran NUSRA: Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan Volume 1, Issue 1, Mei 2020
Keteladanan iman dari orang tua sangatlah berdampak bagi keteguhan iman anak ketika mereka dewasa. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini untuk menolong para orang tua bisa mengimplementasikan keteladanan imannya secara efektif. Untuk itu, maka peneliti meneliti keteladanan tokoh Ayub dan Yusuf dalam memberi teladan imannya saat mereka dalam kondisi terpuruk. Sehingga keteladan mereka bisa dijadikan acuan bagi para orang tua Kristen khususnya. Selain keteladanan iman tokoh-tokoh Alkitab, maka penulis pun meneliti psikologi perkembangan anak. Hal ini dimaksukan untuk menolong para orang tua agar bisa memberikan keteladan imannya sesuai dengan perkembangan anak mereka sehingga keteladanannya menjadi efektif dan berdampak signifikan. Penelitian ini pun memberi pengetahuan bagaimana orang tua mengimplementasikan keteladanannya tersebut secara holistik berdasarkan pengetahuan Alkitab dan juga psikologi perkembangan anak. Sehingga diketahui cara-cara yang tepat bagi orang tua dalam memberi keteladanan iman kepada kunci anak; iman; keteladanan; orang tua Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Davar Jurnal Teologi ISSN 2722-905X online, 2722-9041 print Vol. 2, No. 1 2021 30–42 Membangun Iman Anak Melalui Keteladanan Orang Tua Ditinjau Dari Persfektif Alkitab dan Perkembangan Anak Eugene Zen, Yanto Paulus Hermanto Sekolah Tinggi Teologi Kharisma Bandung Email eugene_zen yantopaulush Abstract Exemplary faith from parents is very influential for the firmness of faith of children when they grow up. Therefore, the aim of this research is to help parents implement their faith example effectively. For this reason, researchers examined the exemplary figures of Ayub and Yusuf in giving examples of their faith when they were in a downturn. So that their example can be used as a reference for Christian parents in particular. Apart from exemplary faiths of Bible characters, the author also examines the psychology of child development. This is intended to help parents to be able to exemplify their faith in accordance with their child's development so that their example becomes effective and has a significant impact. This research also provides knowledge on how parents can implement their example holistically based on Bible knowledge and children's developmental psychology. So that it is known the proper ways for parents in giving examples of faith to their children. Key words children; faith; exemplary; parents Abstrak Keteladanan iman dari orang tua sangatlah berdampak bagi keteguhan iman anak ketika mereka dewasa. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini untuk menolong para orang tua bisa mengimplementasikan keteladanan imannya secara efektif. Untuk itu, maka peneliti meneliti keteladanan tokoh Ayub dan Yusuf dalam memberi teladan imannya saat mereka dalam kondisi terpuruk. Sehingga keteladan mereka bisa dijadikan acuan bagi para orang tua Kristen khususnya. Selain keteladanan iman tokoh-tokoh Alkitab, maka penulis pun meneliti psikologi perkembangan anak. Hal ini dimaksukan untuk menolong para orang tua agar bisa memberikan keteladan imannya sesuai dengan perkembangan anak mereka sehingga keteladanannya menjadi efektif dan berdampak signifikan. Penelitian ini pun memberi pengetahuan bagaimana orang tua mengimplementasikan keteladanannya tersebut secara holistik berdasarkan pengetahuan Alkitab dan juga psikologi perkembangan anak. Sehingga diketahui cara-cara yang tepat bagi orang tua dalam memberi keteladanan iman kepada anak-anaknya. Kata kunci anak; iman; keteladanan; orang tua Pendahuluan Orang tua adalah orang yang pertama kali dilihat oleh anak-anaknya sewaktu mereka dilahirkan. Terlihat jelas bahwa peranan orang tua untuk pertumbuhan iman anak- 31 anak sangat besar dampaknya karena pendidikan pertama yang mereka dapatkan yaitu dari orang tuanya. Banyak dari masyarakat berasumsi bahwa membesarkan anak hanyalah dengan sekedar memberikan makanan yang sehat dan pendidikan yang bagus. Padahal membesarkan anak-anak bukan sekedar memberi makan saja agar anak menjadi besar dan sehat akan tetapi juga harus memberikan fondasi pelajaran iman yang kuat bagi anak-anak tersebut sehingga mereka siap untuk menghadapi kehidupan realitas di dunia ini yang penuh dengan tantangan dan masalah. Jika fondasi iman yaitu nilai-nilai kekristenan mereka tidak kuat, maka ketika mereka bertumbuh dewasa, iman mereka akan rapuh, mudah goyah dan lebih gampang untuk kompromi dengan ajaran duniawi dan dosa. Anak-anak pada usia kecil sangat mendambakan perhatian dari orang tuanya untuk memperoleh kasih sayang, perhatian, pendidikan dan perlindungan. Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam lingkungan keluarga, sehingga keluarga mempunyai peran yang paling utama dalam membentuk perilaku dan kepribadian anak-anak serta memberi contoh yang nyata kepada demikian, seringkali orang tua Kristen tidak menyadari betapa pentingnya memberi teladan iman dari sejak mereka masih kecil. Dengan memberi teladan yang baik terhadap anak-anak sejak dini. Dan itu akan menentukan karakter anak dikemudian hari, dan akan berakibat pada sikap hormat anak terhadap orang lain yang menjadikan anak tidak memiliki figur yang menjadi panutan adalah karena semenjak lahir mereka sudah diasuh dan dirawat oleh baby sitter atau pembantu rumah tangga. Dengan demikian, ketika mereka bayi hingga sebelum masuk sekolah, mereka lebih banyak bermain, berkomunikasi dan bercengkerama dengan baby sitter atau pembantu rumah tangga ketimbang orang tuanya. Padahal peranan orang tua sangat penting dalam mendidik anak-anak sejak dini karena sebagai orang tua harus menjadi contoh dan teladan bagi anak-anaknya. Orang tua sudah layak dan patut untuk menjadi panutan dan model yang selalu ditiru dan dicontoh anaknya sejak yang diperagakan sehari-hari oleh orang tua menjadi contoh yang dapat diingat cukup lama oleh anak. Sewaktu orang tua dalam masalah dan kesulitan, anak akan melihat apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Bila orang tua menghadapinya dengan kekerasan, marah-marah, stress, pertikaian, dan emosi yang berlebihan, maka itu akan menjadi pola yang dilakukan anak ketika menghadapi hal yang sama di kemudian Heri Saputro and Yuventri Otnial Talan, “Pengaruh Lingkungan Keluarga Terhadap Perkembangan Psikososial Pada Anak Prasekolah,” Journal Of Nursing Practice 1, no. 1 October 1, 2017 1–8, Ruat Diana, “Prinsip Teologi Kristen Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak Di Era Revolusi Industri BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 June 2019 27–39, accessed July 19, 2019, Yanto Paulus Hermanto et al., “Sikap Hormat Anak Terhadap Orang Tua Berdasarkan Prinsip Alkitab,” Evangelikal Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 5, no. 1 January 30, 2021 80, 32 hari. Namun kebalikannya, jika orang tua menghadapinya dengan tenang, berdoa, dan melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan di masa sulit tersebut, maka anak pun akan mencontoh hal yang penelitian dalam karya tulis ilmiah ini adalah bagaimana keteladanan iman orang tua dalam masa sulit buat anak-anaknya? Masalah penelitian ini unik, karena berbeda dengan karya tulis ilmiah lainnya yang lebih menekankan pada bagaimana didikan orang tua pada anak-anaknya, atau metode didikan yang seharusnya. Tujuan penelitian ini memungkinkan para orang tua memiliki wawasan yang lebih luas mengenai keteladanan yang bagaimana yang harus ditampilkan orang tua terhadap anaknya, khususnya mengenai iman mereka kepada Tuhan di masa-masa sulit. Metode Untuk menjawab rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini, peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif. Penulis mengkaji buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan keteladanan iman, juga contoh-contoh keteladanan iman dari tokoh yang ada di Alkitab terutama Ayub dan Yusuf. Juga penulis meneliti psikologi perkembangan anak, sehingga dapat dipahami dengan baik bagaimana keteladanan iman orang tua dikaitkan dengan perkembangan anak itu sendiri. Penulis menyusunnya menjadi karya ilmiah yang sistematik dan saling berkaitan satu bagian dengan bagian lainnya. Sehingga menjadi suatu kajian diskriptif yang logis dan terdiri dari fakta-fakta hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan kesesuaian dengan jawaban atas masalah penelitian ini. Sehingga peneliti dapat mengambil kesimpulan yang utuh baik dari hasil analisis Alkitab maupun dari penelitian ilmu sosial lainnya. Hasil dan Pembahasan Keteladanan orang tua merupakan kunci bagi pertumbuhan iman seorang anak. Keteladanan harus ditampilkan bukan hanya pada waktu keadaan semua baik dan lancar, namun saat yang tidak baik bahkan pada masa sulit. Keteladanan orang tua harus selaras dengan Alkitab, sesuai dengan tingkat pemahaman dan psikologi anak, serta cara-cara dalam menyampaikan keteladanannya tersebut. Semuanya harus menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga anak mengingat dan meniru ketika mereka menghadapi masalah dan kesulitan yang mirip sama dengan yang pernah dihadapi orang tuannya. Keteladanan Iman Berdasar Alkitab Iman itu adalah dasar dari segala apapun yang diharapkan dan bukti dari segala apapun yang belum dilihat Ibrani 111. Jadi iman itu adalah tanda terima yang sah Ni Gusti Ayu Made Yeni Lestari, “Rogram Parenting Untuk Menumbuhkan Kesadaran Pentingnya Keterlibatan Orang Tua Di PAUD,” Pratama Widya Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 4, no. 1 August 31, 2019 8, 33 walaupun belum melihatnya. Kata “Iman” ini sendiri berasal dari bahasa Ibrani yaitu “Emun” yang artinya kesetiaan dan kata “Batakh” yang berarti percaya. Jika dilihat dalam bahasa Yunani, kata iman itu berasal dari kata “Pistis” dalam kata benda yang berarti percaya, yakin dan iman, kata “Pisteou” dalam kata benda yang berarti meyakini, percaya dan mengimani. Di dalam bahasa inggris sendiri mempunyai pengertian yang sama dengan bahasa Ibrani dan Yunani yaitu “Faith” yang berarti kepercayaan dan keyakinan. Sebagai orang Kristen, imannya bergantung sepenuhnya kepada Tuhan Yesus Kristus, yakin atas janji-janji Tuhan, percaya pada kesetiaan Tuhan, dan sepenuhnya mengandalkan Tuhan dalam setiap apapun yang akan dilakukannya. Hal ini dapat dipelajari dari beberapa tokoh dalam Alkitab yang mempunyai iman yang kuat. Contoh Ayub dan Yusuf. Dalam Perjanjian Lama ada seorang tokoh yang terkenal dengan iman kepercayaannya yakni bernama Ayub. Dia adalah orang yang benar dan saleh di hadapan Tuhan. Tuhan mengetahui bahwa iman Ayub kepada Tuhan sangat kuat. Dia juga adalah orang yang kaya dan bahagia kehidupannya sampai pada suatu saat Tuhan mengijinkan iblis mencobainya dengan penderitaan yang sangat berat. Dalam satu hari diaa kehilangan semua harta benda, anak-anaknya dan menjadi hidup miskin. Apa reaksi Ayub disaat dia kehilangan kekayaaan dan anak-anaknya? Dia tidak bersungut-sungut, kesal ataupun marah kepada Tuhan, tetapi reaksi Ayub justru memahami bahwa apa yang dimiliki adalah kepunyaan Tuhan dan wajar jika Tuhan mengambilnya Ayub 120. Iman seperti Ayub harus dipelajari karena dia dapat merelakan apa yang dia punya, bahkan disaat seperti itu pun dia masih punya pengharapan kepada Tuhan. Dia percaya Tuhan yang menjaga dan memeliharanya dalam setiap kesulitan yang dialami. Belum selesai dengan kehilangan harta dan anak-anaknya, maka Tuhan ijinkan Ayub mengalami penyakit kulit sehingga dia harus menggaruk dengan beling Ay. 28. Dalam hal ini, Ayub begitu menderita dengan penyakit kulit yang dideritanya, tetapi dia tetap tidak mau untuk menghujat dan meragukan Tuhan walaupun istrinya menyuruhnya untuk mengutuki dan meragukan Tuhan Ayub 29.Apa respon Ayub terhadap situasi ini? Dia bisa saja menyerah, marah dan kesal terhadap Tuhan tetapi Ayub tetap memilih untuk tetap setia dan menyadari bahwa hidupnya adalah semata-mata anugerah dan kasih karunia Allah. Ayub menerima apapun baginya baik atau buruk. Pelajaran yang dapat diambil dari kisah Ayub ini adalah meskipun dia menderita sakit yang berat, hartanya habis, anak-anaknya mati, namun dia Hermanto Suanglangi, “Iman Kristen Dan Akal Budi,” Jurnal Jaffray 2, no. 2 April 2, 2005 43, Kalis Stevanus and Stefanus Marbun, “Memaknai Kisah Ayub Bagi Orang Kristen Dalam Menghadapi Penderitaan,” Logia 1, no. 1 2019 25–43, 34 tetap memiliki iman yang teguh. Dia tidak menghujat Allahnya, malahan dia tetap dapat meyakini kesetiaan Allah. Selain Ayub, maka pelajaran lain yang bisa dijadikan contoh adalah Yusuf. Yusuf adalah orang yang tekun dan sabar dalam penderitaan. Dia mengalami penderitaan yang bertubi-tubi dalam hidupnya. Pada waktu kecil dia punya kakak-kakak yang jahat dan iri terhadap dirinya. Kakaknya merencanakan pembunuhan terhadap dirinya. Namun demikian karena rencana Allah, Yusuf hanya dibuang ke sumur saja, dan kemudian dijual sebagai budak kepada orang-orang Ismaili Kejadian 371-36. Yusuf mengalami hal yang menyakitkan dari kakak-kakaknya yang seharusnya bertanggung jawab menjaga dan melindunginya. Begitu pula pada saat dia menjadi orang kepercayaan di rumah Potifar. Yusuf difitnah oleh istri potifar karena tidak mau berhubungan intim dengannya dan akhirnya dimasukkan ke dalam penjara. Tetapi Yusuf tidak putus asa dan tetap percaya kepada Tuhan. Tuhan menyertai dan memberkatinya di dalam penjara sehingga akhirnya dia menjadi orang yang dikasihi dan menjadi orang kepercayaan dari kepala penjara. Karena penyertaan Tuhan, Yusuf akhirnya keluar dari penjara karena bisa menerjemahkan mimpi Firaun. Kemudian dia menjadi orang nomor dua di Mesir dan menyelamatkan Mesir dari bencana kelaparan bahkan semua wilayah di dunia ini termasuk wilayah Kanaan tempat sanak keluarganya Kejadian 4115. Dan ketika Yusuf berjumpa dengan Yakub dan saudara-saudaranya, Yusuf tidak membalas dendam tetapi dia justru menolong, menerima dan mengampuni saudara-saudaranya tersebut. Apa yang bisa dipelajari dari kisah Yusuf? Yusuf mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya, bahkan bertubi-tubi sejak dari dia masih muda. Tetapi dia merespon dengan baik dan bisa menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Dia tidak bersungut-sungut atau marah kepada Tuhan. Namun disaat seperti itu dia justru dapat menerima keadaannya. Dia tetap fokus pada tanggung jawab sebagai umat yang percaya kepada Tuhan. Dia menghadapinya dengan penuh kesabaran, jujur, rendah hati, penuh pengampunan dan tetap percaya bahwa Tuhan selalu menyertai dan memberkatinya. Hal ini tentu menjadi teladan yang sangat berharga bagi anak cucunya bahkan bagi seluruh umat Israel. Ayub dan Yusuf merupakan contoh yang baik sebagai orang tua yang memberikan teladan iman bagi anak-anaknya di masa sulit. Masa-masa yang sulit dan penderitaan yang dialami tidak membuat mereka meninggalkan imannya kepada Tuhan. Justru dalam kondisi yang mereka tidak harapkan, mereka tetap menaruh harap pada Tuhan dan terus melakukan sesuai dengan yang Tuhan inginkan. Inilah pengertian iman yang ditampilkan oleh kedua tokoh tersebut. Meskipun pada saat terjadinya, mereka tidak melihat jalan keluar, tidak melihat kesembuhan, tidak melihat pertolongan, tidak melihat langsung campur tangan Tuhan atau tidak mengalami hal-hal yang baik, namun mereka tetap percaya dan terus berharap pada Tuhan. Inilah iman yang bisa menjadi teladan bagi anak-anak mereka. Dan iman yang seperti ini akan menjadi contoh yang nyata dan dapat 35 diingat terus sepanjang hidup daripada anak-anaknya. Demikian juga bagi para orang tua Kristen, kehidupan imannya dilihat dan diperhatikan oleh anak-anaknya. Orang tua menjadi surat yang terbuka dihadapan anak-anaknya, oleh sebab itu alangkah baiknya semua orang tua mawas diri dan sungguh-sungguh menjaga sikap imannya, sehingga tidak menjadi contoh yang buruk bagi anak-anak mereka. Keteladanan Iman Berdasarkan Perkembangan Anak Peranan orang tua bagi pembentukan karakter, pola berpikir, kreativitas, moral, kebiasaan dan kerohanian anak-anaknya. Anak-anak pada masa ini cenderung sangat aktif dan selalu ingin tahu segala hal yang baru. Pembentukan pribadi yang baik perlu diajarkan mulai dari kecil sehingga dapat menghasilkan anak mempunyai watak dan tingkah laku yang baik menjelang pada saat kematangan kepribadiannya. Perkembangan anak menurut intelektual Piaget dibagi menjadi 4 tahapan yaitu Kesatu, Tahap Sensori motor 0-2 tahun. Pada Tahap ini, tingkah kelakuan anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaannya untuk mengenali lingkungan sekitarnya dan mengenal obyek. Kedua, Tahap Pra operasional 2-7 tahun. Pada Tahap ini, anak bisa melakukan sesuatu dengan hasil menirukan atau mengamati-ngamati sesuatu model tingkah laku dan mampu juga melakukan simbolisasi. Dalam tahap ini, maka orang tua sudah bisa memberikan keteladanan pada anak dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan firman Tuhan. Ketiga, Tahap konkret 7-11 tahun. Pada Tahap ini anak sudah mampu menggunakan cara-cara yang operasional. Pemikiran pada anak tidak lagi didominasikan oleh persepsi, sebab anak berkemampuan untuk memecahkan masalahnya sendiri secara logis. Pada tahap ini, maka orang tua harus bisa meyakinkan anak bahwa mereka bukan saja menggunaka akal tapi iman yang berdasar pada firman Allah. Keempat, Tahap operasi formal 11-dewasa. Periode tahap formal merupakan tingkat dari puncak perkembangan pada struktur kognitif, anak remaja sudah berkemampuan untuk berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, verbal, dan anak dapat menggunakan penalaran ilmiah dan juga dapat menerima sudut pandangan dari orang lain. Tahap ini orang tua harus menunjukkan hal-hal yang konkrit dari perbuatan imannya, sehingga anak-anak akan mengingatnya untuk jangka waktu lama dan diharapkan ketika mereka menghadapi hal yang sama, mereka akan menggunakan perbuatan iman yang sudah dilakukan orang adalah tahap perkembangan anak-anak menurut James W. Fowler Tahap pertama yaitu Primal Faith keyakinan Primal adalah anak-anak yang berumur 0-3 tahun, pada tahap ini anak-anak lebih kepada kepercayaan, cinta kasih dan perasaan aman. Jika anak tersebut merasa aman, dikasihi dan dicintai oleh orang tuanya maka akan Sartita Demianus, Demianus & Jufrianto, Juprianto & RJ, Nanang & Tonengan, Rapson & P, Perkembangan Cara Berpikir Anak Di Usia 2-7 Tahun Dengan Menebak Gambar Dan Ukuran Melalui Video Dengan Teori Kognitife, 2019, 36 mengembangkan rasa percaya kepada orang tuanya, alam semesta dan Tuhan. Jika anak menerima pengalaman negative, ini akan menyebabkan hilangnya kekercayaan terhadap orang tua, alam semesta dan ketuhanan. Dalam tahap ini orang tua harus berhati-hati sekali dalam bersikap dan berperilaku. Kuncinya kasih yang tulus dari orang tua harus dirasakan oleh anak-anaknya. Tahap kedua yaitu Intuitive Projective Faith keyakinan Proyektif Intuitif adalah anak-anak berumur 3-7 tahun, disini anak-anak telah belajar bahasa dan mampu untuk menggambarkan cerita yang diceritakan, gambar-gambar yang mereka lihat untuk membentuk konsep tentang Tuhan tetapi belum dikendalikan dengan pemikiran yang logis. Mereka sudah mulai mempunyai pengalaman emosional yang kuat dan melalui pengalaman baik atau buruk mereka dapat menghasilkan tentang hubungan sebab dan akibat. Tahap ini, orang tua harus mulai memperkenalkan Tuhan melalui wujud yang nyata dari orang tuanya. Misalnya orang tua memperagakan bagaimana mereka selalu berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa, sehingga akan melihat bahwa orang tua mereka meyakini adanya Tuhan dan mempraktekkan keyakinannnya tersebut secara nyata setiap hari. Begitu juga hal-hal lain yang menunjukkan imannya pada Tuhan, seperti membaca firman Tuhan, melakukan setiap firman yang dibacanya dan juga menunjukkan ibadah kepada Tuhan secara rutin ke gereja. Tahap ketiga yaitu Mythic Literal Faith Keyakinan Mistik Literal adalah anak-anak berumur 7-12 tahun, pada tahap ini anak-anak sudah mulai berkenalan dengan pemikiran logis-konkret dan mulai berkembang. Ini berarti mereka sudah mulai bisa memilah yang nyata dari khayalan, kenyataan dari khayalan. Tahap ketiga yaitu Synthetic Conventional Faith Keyakinan Konvensional Sintesis adalah anak-anak berumur 12 – 20 tahun, pada tahap ini anak-anak muncul kemampuan kognitif yang baru yaitu operasi-operasi informal, mereka sudah mulai dapat untuk mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola pengambilan perspektif antar pribadi secara timbal balik. Dalam tahap ini, keteladanan orang tua harus secara nyata dan dapat dipahami secara jelas oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu setiap hal yang dilakukan harus memiliki dasar pemikiran yang logis dan tujuan yang jelas. Dari teori-teori diatas, ternyata anak berusia dini sudah mulai bisa mengenal iman. Hal ini berkaitan dengan orangtua atau siapa pun yang mengasuhnya dengan baik. Anak usia awal, dia sudah mempercayai pengasuhnya, dalam hal ini adalah orang tuanya. Dan berdasarkan teori ini anak terus berkembang dengan usia yang makin bertambah dewasa dan memiliki kemampuan berpikir berkaitan dengan pengenalannya akan Tuhan. Yunardi Kristian Zega, “Teori Perkembangan Iman Remaja Menurut James W. Fowler Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio 12, no. 2 July 6, 2020 140–151, 37 Karena itu, maka keteladanan iman harus dilakukan di semua tahap perkembangan dengan Yang Mempengaruhi Perkembangan Iman Anak Anak-anak biasanya mudah sekali meniru perkataaan, perbuatan dan perilaku dari orangtua, teman, kakek, nenek dan orang-orang lain di lingkungan sekitarnya. Rosalind Lim-Tan dalam materi kuliah Together for Children untuk program Holistic Child Development menyatakan bahwa lingkaran paling dekat adalah lingkungan tempat dimana paling banyak interaksi dengan anak berlangsung. Lingkaran ini terdiri dari keluarga, teman, sekolah, komunitas terdekat, dan komunitas keagamaan tempat anak itu berada. Ini juga lingkaran tempat anak biasanya pertama kali diperkenalkan pada masalah iman dan di mana fondasi awal keyakinan atau ketidak percayaan diletakkan. Rumah dan komunitas iman memainkan peran utama dalam membentuk iman. Lingkaran ini yang paling berpengaruh dari semua lingkaran dan di mana perasaan anak itu merasa sangat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan iman anak antara lain Pertama, Peranan Orang tua. Pendidikan Iman dalam keluarga adalah suatu proses pendewasaan iman anak melalui kesaksian dan keteladanan orang tua. Pendidikan Iman dalam keluarga merupakan usaha orang tua dalam mendewasakan anaknya agar berkembang menjadi manusia yang utuh dan bertanggung jawab dalam kesatuan pribadi dengan Allah. Lingkungan keluarga sendiri adalah lingkungan yang sangat mempengaruhi iman anak. Anak-anak sangat melihat dari keseharian orang tua dalam menangani dan meresponi masalah-masalah yang terjadi di dalam rumah tangga, pekerjaan, perbedaan pendapat antara ayah dan ibu dan kehidupan sehari-hari. Pada masa sekarang ini, tidak bisa dipungkiri peran orang tua mulai melemah karena orang tua mempunyai pekerjaan dan kesibukannya masing-masing sehingga banyak menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada pengasuh atau asisten rumah tangga akan tetapi orang tua bisa membagi waktu dengan baik seperti pada waktu setelah pulang kerja dan akhir pekan harus meluangkan banyak waktu untuk bermain dan berbicara dengan Marsunu mengutip sebuah cerita yang di dalam Talmud mengenai seorang laki-laki yang menanam pohon yang akan berbuah dalam waktu tujuh puluh tahun lagi. Ketika dia ditanya apakah dia nanti bakalan masih hidup atau tidak pada saat pohon Rosalind Lim-Tan, “Catatan Kuliah Together for Children Together for Children Training for Trainers Module 1,” 2011, 58. Yanto Paulus Hermanto, “Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Menumbuhkan Kerohanian Anak Berdasarkan Prinsip Alkitab,” Mathetheou 1, no. 1 2021 11–19. Katarina Da Duka, “Hubungan Pendidikan Iman Dalam Keluarga Kristiani Dengan Kecerdasan Spiritual Siswa/Siswi SMP Santo Fransiskus Assisi Samarinda,” 2009. Hermanto et al., “Sikap Hormat Anak Terhadap Orang Tua Berdasarkan Prinsip Alkitab.” 38 tersebut berbuah. Kemudian dia menjawab, bahwa ia melakukan hal yang sama persis dengan yang sudah dilakukan oleh para nenek moyangnya. Sebagaimana mereka menanam pohon supaya anak-anak mereka dapat memakan buahnya, maka dia pun menanam pohon ini supaya anak-anaknya dapat memakan buahnya di waktu Marsunu menyampaikan cerita tersebut agar sebagai orang tua bertanggung jawab untuk menanamkan dan membimbing anak-anak mereka. Orang tua harus bertanggung jawab untuk memberi contoh perbuatan iman sehingga anak-anak mereka memiliki iman yang teguh dan diteruskan kepada anak-anak mereka yang berikutnya. Sebagai pertimbangn lain, maka keteladanan iman orang tua haruslah disesuaikan dengan perkembangan anak yang bersangkutan. Keteladanan yang demikian akan efektif dan akan membekas dalam ingatan anak. Sehingga dengan demikian anak akan meneladani iman orang tuanya sampai mereka dewasa. Kedua, Pengaruh Keluarga dekat di luar orang tua. Kakek, nenek dan saudara-saudara adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan iman anak. Kadang kakek dan nenek lebih memanjakan dan mudah untuk memberikan apa saja yang cucunya inginkan sehingga kadang kala bisa menghambat pengajaran yang telah disampaikan oleh orang tuanya. Terutama ketika kedua orang tua anak tersebut bekerja dan menyerahkan anak tersebut kepada kakek dan neneknya. Dengan demikian anak-anak tersebut akan dipengaruhi juga dengan keteladanan iman dari kakek dan neneknya. Tentu selain kakek nenek, orang-orang yang ada dalam rumah, yang sering berinteraksi dengan anaknya akan menjadi faktor penentu dalam keteladanan iman yang akan dicontoh anak tersebut. Dengan demikian sebaiknya setiap orang tua harus mengetahui apa yang menjadi iman atau kepercayaan orang-orang yang akan mempengaruhi anak-anaknya. Sehingga keteladanan iman orang tua akan bisa meng-counter kemungkinan-kemungkinan penyimpangan iman dari anaknya karena pengaruh dari lingkuangannya tersebut. Ketiga, Lingkungan sekitar Sekolah, teman dan tetangga. Pada fase anak besar, seorang anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah. Disanalah tempat lanjutan yang mempengaruhi dan berperan dalam pertumbuhan iman anak-anak. Orang tua sangat penting untuk mempertimbangkan sekolah yang akan dituju karena sekolahlah yang mendidik anak-anak untuk mendapatkan ilmu. Disana dia juga dituntut untuk menentukan pergaulan karena jika anak tersebut bergaul dengan teman-teman yang baik, maka akan menjadi baik begitu pula sebaliknya. Ada baiknya orang tua memilih dengan bijaksana untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang berstandar Kristen sehingga mereka dididik dan ditanamkan juga dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip iman Kristen. Seto Marsunu, “Pendidikan Iman Anak Dalam Perjanjian Lama Dan Tradisi Yahudi,” Wacana Biblika13 2013. 39 Dalam hal ini jika orang tua ingin memberikan keteladanan iman yang maksimal bagi anaknya, maka faktor-faktor lain yang akan memperngaruhi iman anak harus benar-benar diseleksi. Sebaiknya tidak mudah memberikan wewenang kepada mereka yang belum tentu akan memberikan keteladanan iman yang baik. Orang tualah penentu dalam menyeleksi siapa-siapa yang boleh mempengaruhi iman anaknya. Implementasi Keteladanan Iman Orang Tua Kepada Anak Ada beberapa cara agar orang tua dapat mengimplementasikan keteladanan iman Kristen kepada anak-anaknya. Antara lain Pertama, Keteladan melalui komunikasi yang efektif. Sebagai orang tua harus mengerti cara dan waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan anak. Biasanya sewaktu bermain dan meluangkan waktu dengan mereka, orang tua bisa mulai menyampaikan keteladanan iman secara verbal. Dalam kondisi yang demikian biasanya anak akan mudah menyerap apa yang diteladankan oleh orang tuanya tersebut. Lain halnya jika dalam kondisi yang tidak kondusif seperti sedang marah, bertengkar atau suasana yang sibuk, maka anak akan lebih cenderung melihat hal-hal yang negatif dari orang tuanya. Komunikasi yang efektif dan berkualitas pada anak akan membuat dan membantu mereka berkemampuan untuk mengenal dan membedakan yang benar dan salah, memudahkan dalam mengetahui akar dari persoalan dan masalah, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk bentuk komunikasi yang efektif, maka orang tua akan menyampaikan dengan cara verbal pada waktu yang tepat dan sikap yang tepat. Dengan demikian keteladanan iman dapat tersampaikan secara efektif dan lancar tanpa gangguan. Kedua, Keteladanan dalam melakukan firman Tuhan. Orang tua harus mengajarkan mengenai firman Tuhan melalui cerita-cerita tokoh-tokoh Alkitab dari buku-buku atau film kartun seperti, kisah Daud dan Goliat, Musa, Ayub dan lainnya. Dengan membaca buku dan menonton film, mereka akan belajar dari apa yang mereka baca dan lihat mengenai tokoh-tokoh alkitab tersebut, khususnya mengenai iman mereka kepada Tuhan. Mengajarkan anak-anak tentang firman Tuhan adalah tugas dan kewajiban orang tua kepada anaknya dan bukan semata-mata hanya tugas dari sekolah minggu atau gereja saja. Dalam Perjanjian Lama, Musa menyampaikan apa yang TUHAN perintahkan bahwa Orang israel harus mengetahui bahwa TUHAN Allah Israel itu esa, dan orang Israel wajib mengasihi TUHAN Allahnya dengan segenap hati, segenap jiwa dan dengan segenap kekuatannya. Selain itu orang Israel pun wajib memperhatikan semua yang telah diperintahkan TUHAN melalu Musa dan wajib mengajarkannya secara terus-menerus Tesa Alia and Irwansyah Irwansyah, “Pendampingan Orang Tua Pada Anak Usia Dini Dalam Penggunaan Teknologi Digital [Parent Mentoring of Young Children in the Use of Digital Technology],” Polyglot Jurnal Ilmiah 14, no. 1 January 30, 2018 65, 40 dan berulang-ulang sampai mereka memahami. Dan mereka orang tua Israel wajib mengajarkannya di berbagai keadaan, situasi maupun kesempatan yang berbeda-beda. Ul. 64-7. Namun demikian ketika mereka mengajarkan semua firman tersebut, apakah orang tua sudah melakukannya? Itu yang menjadi kunci keberhasilan keteladanan iman orang tua terhadap anaknya. Jadi tugas orang tua harus mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya, namun juga harus menjadi pelaku firman Tuhan tersebut, sehingga anak-anaknya bukan hanya mengerti apa yang diajarkan tapi melihat apa yang dilakukan oleh orang tuanya yang mentaati Keteladanan ketika menghadapi masalah. Anak-anak cenderung untuk melihat dan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya. Orang tua harus memberikan contoh yang baik dalam menghadapi setiap masalah dalam keseharian. Orang tua harus mengajarkan baik dengan kata-kata maupun perbuatan. Jika orang tua menggerutu, marah-marah dan bersungut-sungut dalam menghadapi tantangan dan masalah sehari-hari, anak-anak pasti akan meniru dan berbuat hal yang sama walaupun mereka mengajarkan untuk mengucap syukur, sabar dan menjalani dengan sukacita. Orang tua harus menjadi kesaksian hidup berdasarkan perkataannya dan kehidupannya. Ada sebuah peribahasa yang mengatakan “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” yang artinya sifat dan karakter anak tidak akan jauh berbeda dengan orang tuanya. Jangan sampai anak mencontoh hal-hal yang buruk tetapi biarlah anak mencontoh hal-hal yang baik saja. Orang tua harus menampilkan contoh yang baik kepada anak-anak ketika mereka sedang menghadapi masalah. Misalnya ketika orang tua berselisih pendapat, maka selain orang tua memberikan pengertian bahwa meskipun mereka berselisih namun tetap mereka tidak saling bermusuhan maupun mendendam. Dan mereka mencontohkan itu dalam perilaku dan menunjukkan mereka tetap berbaikan dan saling menghargai. Maka keteladanan tersebut akan jauh lebih berarti dibandingkan dengan ajaran secara lisan saja. Contoh lain, ketika orang tua dalam menghadapi kesulitan keuangan. Anak akan tahu hal itu, dan mereka memperhatikan apa yang dilakukan orang tuanya. Jika orang tua mencontohkan bahwa di saat seperti itu, mereka tetap setia beribadah, tetap setia berdoa, tetap setia baca firman, tidak marah-marah, maka tentu anak akan meniru hal itu ketika mereka menghadapi yang sama ketika mereka Keteladanan dalam ibadah. Orang tua harus menunjukkan bahwa ibadah itu adalah hal yang penting yang harus dilakukan oleh setiap orang Kristen. Oleh sebab itu orang tua harus rajin hadir dalam ibadah kelompok kecil maupun dalam ibadah raya. Seringkali orang tua memaksakan anak-anak untuk selalu mengikuti ibadah hari Riana Udurman Sihombing and Rahel Rati Sarungallo, “Peranan Orang Tua Dalam Mendewasakan Iman Keluarga Kristen,” Journal Kerusso 4, no. 1 March 19, 2019 34–41, Ruwi Hastuti, “Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Sebagai Pusat Bermisi,” Jurnal Antusias 2013. Hermanto et al., “Sikap Hormat Anak Terhadap Orang Tua Berdasarkan Prinsip Alkitab.” 41 minggu tetapi orang tua sering malas untuk dalam ibadah ini sangat berpengaruh bagi anak-anak. Orang tua wajib untuk membawa anak-anak untuk mengikuti sekolah minggu di gereja. Di sekolah minggu mereka diajarkan untuk memahami dan mengenal Tuhan dan firmanNya. Salah satu peran guru sekolah minggu adalah untuk menumbuhkan iman. Dengan demikian anak-anak akan senang ibadah sekolah Minggu dan akhirnya imannya bertumbuh. Hal ini dikarenakan mereka melihat sosok orang tuanya yang meneladankan kesetiaan dalam ibadah, sehingga mereka pun senang beribadah. Dalam membangun iman anak, maka orang tua harus menampilkan keteladanan dalam berbagai hal. Perilaku, kebiasaan-kebiasaan dan perkataan iman dari orang tua akan menjadi suatu hal yang akan selalu diingat dan ditiru oleh anak-anaknya. Simpulan Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak-anak dimana mereka melihat dan mencontoh dari orang tuanya. Mereka dituntut untuk mengajarkan dan memberi teladan untuk hidup sesuai dengan ajaran Tuhan. Keteguhan iman seorang anak sangat tergantung dari teladan yang ditunjukkan oleh orang tua mereka sehari-hari terutama sikap imannya kepada apa yang Tuhan katakan. Keteladanan yang ditunjukkan oleh orang tua harus disesuaikan dengan perkembangan anak yang bersangkutan. Dengan memperhatikan perkembangan anak, maka keteladanan iman yang dilakukan oleh orang tua akan lebih efektif dan dapat bertahan untuk waktu yang lama. Untuk itu sebagai orang tua harus meluangkan banyak waktu untuk mengajarkan firman Allah, membimbing dan memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya. Dengan fondasi yang kokoh, maka anak-anak akan memiliki pendirian, sifat dan moral yang baik dan benar sebagai anak-anak yang beriman kepada Tuhan. Jika anak-anak merasa disayangi, dilindungi dan diperhatikan maka dengan sendirinya dia akan sangat mudah untuk menerima pengajaran dan mengikuti keteladanan iman orang tuanya selain itu orang tua harus mengetahui apa yang menjadi iman atau kepercayaan orang-orang yang ada dilingkungan anaknya. Hal ini dimaksudkan agar semua faktor yang akan mempengaruhi iman anak-anaknya dapat diketahui sedini mungkin, sehingga implementasi keteladanan iman yang dilaksanakan orang tua dapat terus berjalan dan berpengaruh signifikan. Daftar Pustaka Alia, Tesa, and Irwansyah Irwansyah. “Pendampingan Orang Tua Pada Anak Usia Dini Dalam Penggunaan Teknologi Digital [Parent Mentoring of Young Children in the Use of Digital Technology].” Polyglot Jurnal Ilmiah 14, no. 1 January 30, 2018 65. Sihombing and Sarungallo, “Peranan Orang Tua Dalam Mendewasakan Iman Keluarga Kristen.” 42 Demianus, Demianus & Jufrianto, Juprianto & RJ, Nanang & Tonengan, Rapson & P, Sartita. Perkembangan Cara Berpikir Anak Di Usia 2-7 Tahun Dengan Menebak Gambar Dan Ukuran Melalui Video Dengan Teori Kognitife, 2019. Diana, Ruat. “Prinsip Teologi Kristen Pendidikan Orang Tua Terhadap Anak Di Era Revolusi Industri BIA’ Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 June 2019 27–39. Accessed July 19, 2019. Duka, Katarina Da. “Hubungan Pendidikan Iman Dalam Keluarga Kristiani Dengan Kecerdasan Spiritual Siswa/Siswi SMP Santo Fransiskus Assisi Samarinda,” 2009. Hastuti, Ruwi. “Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga Sebagai Pusat Bermisi.” Jurnal Antusias 2013. Hermanto, Yanto Paulus. “Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Menumbuhkan Kerohanian Anak Berdasarkan Prinsip Alkitab.” Mathetheou 1, no. 1 2021 11–19. Hermanto, Yanto Paulus, Christine Christine, Guntur Hari Mukti, Christopher Santoso, and Yonas Pasiran Ady Prayitno. “Sikap Hormat Anak Terhadap Orang Tua Berdasarkan Prinsip Alkitab.” Evangelikal Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 5, no. 1 January 30, 2021 80. Lim-Tan, Rosalind. “Catatan Kuliah Together for Children Together for Children Training for Trainers Module 1.” 58, 2011. Saputro, Heri, and Yuventri Otnial Talan. “Pengaruh Lingkungan Keluarga Terhadap Perkembangan Psikososial Pada Anak Prasekolah.” Journal Of Nursing Practice 1, no. 1 October 1, 2017 1–8. Sihombing, Riana Udurman, and Rahel Rati Sarungallo. “Peranan Orang Tua Dalam Mendewasakan Iman Keluarga Kristen.” Journal Kerusso 4, no. 1 March 19, 2019 34–41. Stevanus, Kalis, and Stefanus Marbun. “Memaknai Kisah Ayub Bagi Orang Kristen Dalam Menghadapi Penderitaan.” Logia 1, no. 1 2019 25–43. Suanglangi, Hermanto. “Iman Kristen Dan Akal Budi.” Jurnal Jaffray 2, no. 2 April 2, 2005 43. Seto Marsunu. “Pendidikan Iman Anak Dalam Perjanjian Lama Dan Tradisi Yahudi.” Wacana Biblika13 2013. Yeni Lestari, Ni Gusti Ayu Made. “Rogram Parenting Untuk Menumbuhkan Kesadaran Pentingnya Keterlibatan Orang Tua Di PAUD.” Pratama Widya Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 4, no. 1 August 31, 2019 8. Zega, Yunardi Kristian. “Teori Perkembangan Iman Remaja Menurut James W. Fowler Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio 12, no. 2 July 6, 2020 140–151. ... Keluarga adalah inisiatif Allah, institusi pertama yang dibentuk Allah sejak awal masa penciptaan. Akibat dosa maka rencangan Allah rusak, keluarga berantakan[6]. ...Mega Fitri SitumorangMelpa Sintauli HasibuanMonica Seles SeitumorangDamayanti NababanThe family is a place where God expresses His love through a relationship of mutual love, mutual respect and mutual care among all family members. God in His wisdom has given mankind the best model and way of maturing faith, namely through the role of parents as God's representatives to guide children. Given the many negative influences from the development of modern life, both through technology, culture and a free lifestyle that can undermine and hinder the growth of children's faith, every parent should realize that the task of fostering the spirituality of children is not the full responsibility of the church and teachers. -school teachers, but a joint task between parents and the church. The research method used in collecting data for the formation of this journal uses qualitative research with a descriptive analysis approach. It is called descriptive because it explains and describes carefully to get a clear picture. In the spiritual development of children, the most important thing is how faith grows in a child. In the growth of children's faith, parents play the most important role. Parents instill the attitude of a child who grows in the Christian faith. Yanto Paulus HermantoChristine ChristineGuntur Hari MuktiYonas Pasiran Ady PrayitnoHonoring parents is a commandment from God that all mankind must carry out. This study aims to determine the true meaning of honouring parents and what practical action looks like. To answer the formulation of this problem, the researchers used a research method with a qualitative approach, namely, a method that looks for a deep meaning about the text, and extracts from several books or journals related to the problem. From the results of the discussion, honour for parents is an attitude that must be carried out throughout life through obedience, not insulting or criticizing and don't say harshly, as well as an attitude that nurtures, cares for and meets their needs. And God's promise for those who keep this law is a long life, happiness and a good condition, namely prosperity physically and spiritually. ABSTRAKMenghormati orang tua adalah perintah Tuhan yang harus dilaksanakan oleh semua umat manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti yang sebenarnya secara biblika dari menghormati orang tua dan seperti apa tindakan praktisnya. Untuk menjawab rumusan masalah ini, maka peneliti melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif yaitu, metode yang mencari arti yang mendalam tentang teks, dan menggali dari beberapa buku atau jurnal yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dari hasil pembahasan maka menghormati orang tua merupakan sikap yang harus dilakukan sepanjang umur hidup melalui sikap taat, tidak menghina atau mencela dan tidak berkata kasar, juga sikap yang memelihara, merawat dan mencukupi kebutuhan mereka. Dan janji Tuhan bagi orang yang melaksanakan hukum ini adalah panjang umur, kebahagiaan dan memiliki keadaan baik yakni kemakmuran secara jasmani dan Gusti Ayu Made Yeni Lestaridiv class="WordSection1"> Setiap anak memiliki potensi yang wajib untuk dikembangkan. Potensi yang dimiliki oleh anak tersebut akan berkembang dengan maksimal apabila mendapatkan perawatan, pengasuhan, dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Semua itu memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai lingkungan di mana anak berada. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga memegang peranan yang sangat penting karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama di mana anak mendapat pendidikan. Orang tua yang memiliki pengetahuan tentang pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan anak usia dini akan dapat menjadikan anak sebagai generasi yang gemilang, Namun, banyak pula orang tua yang kurang memiliki pengetahuan tentang bagaimana merawat, mengasuh dan mendidik anak berdasarkan ilmu pendidikan anak yang tepat. Hal tersebut berdampak kurang maksimalnya pengembangan potensi yang dimiliki anak. Selain itu, orang tua harusnya memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya keterlibatan dan kerjasama orang tua dengan pihak lembaga PAUD. Kesamaan dan kesinambungan program PAUD yang dilaksanakan di sekolah dan di rumah akan memberikan dukungan yang maksimal terhadap anak usia dini dalam melewati tugas-tugas perkembangannya. Orang tua dapat mengikuti program parenting yang dilaksankan oleh lembaga PAUD untuk memperoleh pengetahuan dan ilmu tentang anak usia dini. Program parenting ini dapat diaplikasikan dalam berbagai kegiatan yang tentu saja melibatkan peran dan dukungan orang tua di dalamnya. Melalui program parenting ini juga orang tua dapat memberikan pendidikan dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan sehingga potensianak usia dini dapat berkembang dengan maksimal. Kata kunci program parenting, keterlibatan orang tua, PAUD Abstract Every child has the potential that be developed. The potential possessed by the child will develop optimally when getting care, and education that suits for their needs. All of that requires the support and cooperation ofvarious environments in which the child located. The environment in question is the family, school and community environment. Families a very important role because the family is the first and foremost environment in which children get education. Parents who have knowledge of growth, development and early childhood education will be able to make children a brilliant generation. However, many parents lack knowledge, nurture and educate children based on appropriate children’s education. This has an impact on the lack of maximum development of the potential ofchildren. In addition, parents should have a high awareness of the importance of parental involvement and collaboration with early childhood institutions. The similarity and continuity of programs carried out at school and at home will provide maximum support for early childhood in passing through the tasks of their development. Parents can take part in a parenting program carried out byinstitutions to gain knowledge and knowledge about earlychildhood. This parenting program can be applied in various activities which of course involves the role and support of parents. Through this parenting program parents can also provide education and stimulation in accordance with the needs and tasks of development so that the potential of early childhood can develop optimally. Keywords parenting program, parental involvement, early childhood education

Ath-Thabrani) 6. Penyebab Lemahnya Iman: Sibuk mengurusi harta benda, istri dan anaka-anak. Allah telah berfirman mengenai hal ini, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan.” (AL-Anfal:28) Foto: Pexels. 7. Penyebab Lemahnya Iman: Berangan-angan yang serba muluk-muluk.
Keadaan tidak stabil tentunya sering dialami manusia. Tak terkecuali dalam beragama. Umat muslim seringkali mengalami pasang surut iman. Penyebabnya bisa berasal dari dalam diri manusia dan bisa dari luar diri manusia. Berikut faktor penyebab berkurangnya iman baik dari dalam diri maupun dari luar diri manusia. Faktor penyebab berkurangnya iman dari dalam Kebodohan. Kebodohan adalah penyebab terbesar berkurangnya iman. Iman akan berkurang apabila orang tersebut tidak memiliki ilmu untuk menambah kadar keimanan. Kedua, Kelalaian. Sikap lalai seringkali mengurangi kadar iman yang dimiliki seseorang. Terkadang, orang yang lalai bersikap pelipa dan berpaling dalam Pembuat maksiat dan doa. Jelas kemaksiatan dan dosa memberikan pengaruh jelek kepada keimanan seseorang. Keempat, Tidak mampu menahan hawa nafsu. Sama halnya dengan berbuat buruk lainnya, nafsu yang mengajak kepada keburukan bersifat tercela dan mampu menurunkan kadar keimanan seseorang. Selain faktor internal dari dalam diri manusia. Berkurangnya kadar iman yang dimiliki seorang umat muslim bisa karena tiga faktor berikut. Pertaman, godaan setan yang tidak mampu dilawan. Pasalnya, setan merupakan musuh abadi manusia yang paling berpengaruh dalam mengurangi kokohnya keimanan. Kedua, dunia dan fitnahnya godaan dunia. Menyibukkan diri dengan dunia dan perhiasannya termasuk sebab yang dapat mengurangi iman. Hal itu lantaran manusia tidak mampu menyeimbangkan kehidupan dunia dan bekal untuk kehidupan akhirat. Banyak manusia justru terlena dan menjadi lalai untuk mencari bekal akhirat. Ketiga, pengaruh lingkungan yang tidak baik. Islam menganjurkan umatnya untuk berhati-hati dalam bergaul. Termasuk dalam mencari teman. Pasalnya, ada teman yang mampu membimbing kamu menuju surga dan ada juga yang justru menjerumuskan kamu ke dalam api neraka. Untuk itu, pastikan keimanan, akhlak, dan agama kamu tidak terganggu apabila bergaul dengan teman tersebut. Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda beliau,الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ“Seorang itu berada di atas agama kekasihnya teman dekatnya, maka hendaknya salah seorang kalian melihat siapa yang menjadi kekasihnya.”
Ghozali Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS23, Edisi 8. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Persediaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI. Jurnal STIE Semarang Vol 9 No 3 Edisi Oktober 2017 (ISSN : 2085-5656, e-ISSN : 2232-826).
Sederhananya, iman adalah bagaimana anda memutuskan untuk menerima Yesus kristus sebagai Tuhan dan juruselamat pribadi anda yang disertai dengan pertobatan. Namun seiring waktu berjalan, terkadang iman yang sederhana ini bisa berubah dan menyimpang sehingga tidak lagi seperti iman yang semula. Berikut ini saya membagikan untuk anda faktor-faktor yang menyebabkan menyimpangnya iman tersebut. Enam faktor berikut hanyalah mewakili sebagian dari penyebab lainnya. 1. Berubahnya tujuan Faktor pertama yang membuat iman anda akhirnya menyimpang adalah disaat anda mulai mengubah tujuan hidupmu. Orang percaya memiliki tujuan hidup yang terarah ke Sorga atau hal-hal yang berhubungan dengan kekekalan. Perhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan “kumpulkanlah hartamu di sorga” dan Rasul Paulus “carilah perkara yang di atas” ini membuktikan bahwa tujuan orang percaya ada di Sorga dan bukan dunia ini lagi. Ketika anda mulai mengubah tujuan ini, anda beralih kepada hal-hal dunia ini, itu pertanda bahwa iman anda dalam kondisi yang kritis. Bahkan kadangkala, anda tidak pernah benar-benar peka ketika saat itu terjadi. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dan waspadalah. Ikutilah nasehat Rasul Paulus yang dengan tegas berkata “awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu 1 Tim 416a 2. Dosa-dosa yang melekat Faktor kedua yang masih sering dianggap sepele dan kadangkala diabaikan oleh orang percaya adalah masih menyimpannya dosa-dosa kedagingan yang dimiliki. Tentu saja, Alkitab dengan jelas menyatakan kepada kita bahwa ketika kita menerima Kristus Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat, maka segala dosa kita diambil alih olehnya. Artinya, seluruh dosa kita telah diampuni band 1 Petrus 318, 1 Yoh 19, 1 Yoh 22. Namun, seperti yang Alkitab dengan sangat jelas menguraikan kepada kita bahwa selama kita masih memakai tubuh jasmaniah ini, antara kehendak Allah dan kedagingan terus-menerus mengalami pertarungan. Kedagingan adalah usaha Iblis agar kita melepaskan iman dan di sisi sebaliknya, kehendak Allah adalah suatu keharusan yang perlu kita lakukan sebagai orang percaya. Dalam kedagingan inilah terselip dosa-dosa yang melekat dan jika kita membiarkan dosa tersebut bersembunyi di hati kita maka lambat laun ia akan tumbuh tanpa kita ketahui dan ini akan berbahaya bagi iman kita. Oleh sebab itu, sangat baik mengikuti nasehat Firman Tuhan”hiduplah oleh Roh” band Galatia 516 3. Rapuhnya fondasi iman Faktor ketiga yang membuat iman anda menyimpang adalah rapuhnya fondasi iman anda. Kerapuhan ini sama seperti perumpamaan Tuhan Yesus tentang mendirikan rumah di atas pasir lihat Mat 724-27. Fondasi Iman adalah Alkitab, ini berarti ketika anda mengerti isi, maksud dan kehendak Tuhan di dalam Alkitab kemudian anda melakukannya hal ini berarti anda memilki fondasi iman yang kuat. Memahami Alkitab memang bukan perkara mudah, anda yang benar-benar buta tentu membutuhkan orang-orang yang cakap mengajar dan dapat dipercayai untuk menjelaskan kebenaran Alkitab kepada anda. Tetapi, bukan berarti anda tidak bisa memahami isi Alkitab tersebut. Seringkali, ada dua pernyataan yang sering saya dengar dalam penginjilan saya, pertama; “yang penting saya percaya Yesus.” Kedua; “tidak penting mengetahui Firman Tuhan yang penting melakukannya” pernyataan seperti ini adalah pertanyaan yang jelas-jelas salah. Anda bisa saja percaya Yesus, hanya saja hari ini ada banyak Yesus dan Alkitab berkata ada Yesus yang lain band II Korintus 114. Oleh sebab itu, bukan saja perkara “yang penting saya percaya Yesus” namun apakah Yesus yang anda percayai tersebut seperti yang Alkitab informasikan kepada anda atau tidak. Demikian pula dengan pernyataan yang kedua, adalah kesalahan fatal. Apakah tanpa mengetahui fondasi iman anda anda dapat melakukannya? Jawabannya TIDAK MUNGKIN. Tanpa mengetahui Firman Tuhan, mustahil anda bisa melakukannya. Bahkan kemungkinan besar adalah anda salah dalam melakukannya. Hal ini sudah diperingatkan oleh Rasul Paulus, bahwa tnpa pengertian yang ada hanyalah kebenaran anda sendiri dan tentu saja hal ini bertentangan dengan kebenaran Ilahi band Roma 101-3 4. Hidup yang melimpah materi Hidup yang berlimpah materi, sangat begitu menggiurkan kita untuk menyimpang dari iman. Bahkan di dalamnya termasuk pula kebahagiaan duniawi itu sendiri. Saya tidak bermaksud bahwa anda tidak boleh memiliki hidup yang berlimpah, karir yang bagus, atau semacam hal-hal lain yang berhubungan materi, melainkan pergunakanlah itu untuk pekerjaan Tuhan. Dukunglah jemaat-jemaat yang benar. Kasus unta masuk lubang jarum lihat Mat 1923-24 adalah fakta nyata bahwa materi bisa menghalangi, menghambat atau membuat iman anda menyimpang. Oleh sebab itu, renungkanlah perihal ini dengan baik-baik. 5. Ketakutan Satu hal yang sering diabaikan faktor menyimpangnya iman adalah rasa takut. Takut dalam hal ini, bukanlah takut akan Tuhan, melainkan ketakutan yang berhubungan dengan kehidupan duniawi. Ketakutan semacam ini, justru mereka menolak Tuhan dan kehendaknya karena hal-hal lain. Rasa takut seperti ini tidak akan mendapat bagian dari kerajaan Sorga Lihat Wahyu 218 tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya……, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api…. Ketika kita memutuskan untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat, maka disaat itu juga segala ketakutan kita terhadap dunia ini tidak menjadi alasan untuk menaati Tuhan sepenuh hidup kita. Oleh sebab itu, buanglah ketakutan akan dunia ini dan beralihlah untuk takut akan Tuhan. 6. Sibuk dengan hal-hal tidak berguna Poin terakhir yang kita perlu perhatikan yang menjadi faktor menyimpangnya iman adalah, kesibukan kita terhadap hal-hal yang tidak berguna. Hal-hal yang tidak berguna ini, memiliki banyak aspek seperti, menghabiskan waktu untuk menonton Film, lebih fokus kepada hobby, jalan-jalan untuk menghabiskan waktu. Ini adalah contoh-hal-hal yang tidak berguna. Sebagai orang percaya, seharusnya kita tidak membuang tenaga, waktu dan pikiran kita untuk hal-hal ini. Bahkan termasuk di dalamnya jika kita hanya berfokus bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, menimbun harta kekayaan dan lain sebagainya. Setelah kita menjadi orang percaya, seharusnya kita mengarahkan perkara-perkara kita untuk hal-hal surgawi lihat Kolose 31-4. Bagi orang percaya, hal-hal yang berguna adalah segal sesuatu yang ada hubungannya dengan kerajaan Sorga, contohnya memberitakan injil, menjadi saksi Kristus, mendukung jemaat lokal, aktif dalam jemaat lokal, dan banyak aktivitas lain yang ada hubungannya dengan kekekalan. Efesus 515-17 Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. Oleh Ev. Eliyusu Zai
h6cW.
  • y2lkr8nr60.pages.dev/161
  • y2lkr8nr60.pages.dev/395
  • y2lkr8nr60.pages.dev/175
  • y2lkr8nr60.pages.dev/443
  • y2lkr8nr60.pages.dev/322
  • y2lkr8nr60.pages.dev/275
  • y2lkr8nr60.pages.dev/304
  • y2lkr8nr60.pages.dev/233
  • faktor faktor yang mempengaruhi iman